Home » » I’tikaf, Menemukan Kesejatian Diri

I’tikaf, Menemukan Kesejatian Diri

Written By Admin on Kamis, 09 Juli 2015 | 11.37

Kita sudah relatif jauh berjalan. Banyak yang sudah kita lihat dan yang kita raih. Tapi banyak yang masih kita keluhkan: rintangan yang menghambat, goncangan yang melelahkan fisik dan jiwa, suara-suara gaduh yang memekakkan telinga dari mereka yang mengobrol tanpa ilmu, dan tikungan-tikungan tajam yang menegangkan. Sementara, banyak pemandangan indah yang terlewatkan dan tak sempat kita potret. Dan masih banyak lagi.

Jadi, mari kita berhenti sejenak disini! Ber’itikaf. Kita memerlukan saat-saat itu: saat dimana kita membebaskan diri dari rutinitas yang mengurangi kepekaan spiritual; saat dimana kita melepaskan sejenak beban kehidupan yang selama ini kita pikul dan mungkin menguras stamina kita.

Kita memerlukan saat-saat seperti itu, karena kita perlu membuka kembali peta perjalanan kita; melihat-lihat jauhnya jarak yang telah kita tempuh dan sisa perjalanan yang masih harus kita lalui; menengok kembali hasil-hasil yang telah kita lalui; meneliti rintangan yang mungkin menghambat laju pertumbuhan kita; memandang ke alam sekitar karena banyak aspek dari lingkungan strategis kita telah berubah.

I’tikaf kita butuhkan untuk dua keperluan. Pertama, untuk memantau keseimbangan antara berbagai perubahan pada lingkungan strategis dengan kondisi internal dakwah serta laju pertumbuhannya. Yang ingin dicapai dari upaya ini adalah memperbarui dan mempertajam orientasi kita; melakukan penyelarasan dan penyeimbangan berkesinambungan antara kapasitas internal dakwah, peluang yang disediakan lingkungan eksternal, dan target-target yang dapat kita raih.

Kedua, untuk mengisi ulang hati kita dengan energi baru sekaligus membersihkan debu-debu yang melekat padanya selama menapaki jalan dakwah. Yang ingin kita raih adalah memperbarui komitmen dan janji setia kita kepada Allah SWT bahwa kita akan tetap tegar menghadapi semua tantangan; bahwa yang kita harap dari semua ini hanyalah ridha-Nya.

Karena itu, i’tikaf harus menjadi tradisi yang semakin kita butuhkan ketika perjalanan hidup sudah semakin jauh. Tradisi i’tikaf ini harus kita lakukan dalam dua tingkatan; individu atau jamaah. Pada tingkatan individu, tradisi ini dikukuhkan melalui kebiasaan merenungi, menghayati, dan menyelami telaga akal kita untuk menemukan gagasan baru yang kreatif, matang, dan aktual di samping kebiasaan muhasabah, memperbarui niat, menguatkan kesadaran dan motivasi, serta memelihara kesinambungan semangat jihad.

Kalau ada pemaknaan yang aplikatif terhadap hakikat kekhusyukan yang disebutkan Al-Qur’an, maka ini salah satunya. Penghentian seperti inilah yang mewariskan kemampuan berpikir strategis, penghayatan emosional yang menyatu secara kuat dengan kesadaran dan keterarahan yang senantiasa terjaga di sepanjang jalan dakwah yang berliku dan curam.

Maka, Allah SWT mengatakan, “Belumkah datang saat bagi orang-orang beriman untuk mengkhusyukan hati dalam mengingat Allah dan dalam (menjalankan) kebenaran yang diturunkan. Dan bahwa hendaklah mereka tidak menjadi seperti orang-orang yang telah diberikan Alkitab sebelumnya (dimana) ketika jarak antara mereka (dengan sang rasul) telah jauh, maka hati-hati mereka jadi keras, dan banyak dari mereka jadi fasik.” (QS Al Hadid: 16).

Di masa Islam, Allah mensyariatkan i’tikaf sepuluh hari terakhir pada setiap Bulan Ramadhan. Begini pula akhirnya kita memahami mengapa majelis-majelis kecil para sahabat Rasulullah SAW di masjid atau di rumah-rumah berubah menjadi wacana merawat kesinambungan iman dan semangat jihad. Maka ucapan mereka, kata Ali bin Abi Thalib, adalah dzikir, dan diam mereka adalah perenungan.

Tradisi inilah yang hilang di antara kita, sehingga diam kita berubah jadi imajinasi yang liar, ucapan kita kehilangan arah dan makna. Maka, dakwah kehilangan semua yang ia butuhkan berupa pikiran-pikiran baru yang matang dan brilian, kesadaran yang senantiasa melahirkan kepekaan, dan semangat jihad yang tak pernah padam di sepanjang jalan dakwah yang jauh dan berliku. 
 
Diambil dari Buku Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) M. Anis Matta - Keajaiban I’tikaf (Menemukan Kesejatian Diri) [http://www.pks.or.id]


Share this article :
0 Comments
Tweets
Komentar

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
Support : Copyright © 2011. DPC PKS BATANGHARI LAMPUNG TIMUR - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger