JAKARTA (9/7) – Anggota Legislatif dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Abdul Kharis Almasyhari, mengatakan bahwa krisis ekonomi yang terjadi di Yunani saat ini bisa menjadi pelajaran penting bagi Pemerintah Indonesia, khususnya dalam pengelolaan rasio utang pemerintah Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Hal tersebut sebagaimana disampaikan Abdul Kharis saat ditemui di Kompleks Senayan, DPR RI, pada Kamis (9/7).
"Utang luar negeri Yunani sangat fantastis yakni sebesar 360 miliar euro, atau sekitar Rp5.345 triliun. Rasio utangnya pun terhadap produk domestik bruto Yunani sangat berbahaya, yaitu lebih dari 100 persen. Jika dibandingkan dengan rasio utang pemerintah Indonesia dimana masih berada pada kisaran 25 persen terhadap PDB, potensi untuk default atau gagal bayar utang masih aman. Walaupun demikian, rendahnya rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) tersebut bukan jaminan bahwa Indonesia terbebas dari ancaman krisis," kata legislator yang duduk di Komisi XI yang membidangi keuangan dan perbankan tersebut.
Abdul Kharis menambahkan bahwa untuk mengantisipasi hal tersebut, utang yang dikelola Pemerintah Indonesia haruslah dikelola secara prudent dan ditujukan untuk kegiatan yang bersifat produktif. Selain itu, ke depan Indonesia juga harus mampu beralih ke manufaktur, sebab harga komoditas sangat terpengaruh oleh keadaan ekonomi global.
"Sebagai contoh, akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi oleh mitra-mitra dagang yang penting, performa ekspor Indonesia telah melemah sejalan dengan kondisi global. Di kuartal 1 tahun 2015, ekspor Indonesia jatuh 11,7% (yoy) menjadi 39,1 miliar dollar AS," kata legislator yang berasal dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah V yang meliputi Sukoharjo, Solo, Boyolali, dan Klaten tersebut.
Sebagaimana diketahui, krisis Yunani berawal dari pengelolaan utang yang tidak prudent atau bijak. Salah satunya adalah pemerintah Yunani menanggung besarnya pembiayaan jaminan sosial yang diambil dari utang tersebut. Jika utang digunakan untuk kegiatan non-produktif, seperti subsidi atau jaminan sosial, menurut Abdul Kharis, tidak akan menghasilkan keuntungan atau untuk kegiatan re-financing atau pendanaan kembali.
"Di sisi lain, sumber daya ekonomi Yunani tidaklah banyak. Yunani mengandalkan sektor pariwisata sebagai sumber pertumbuhan ekonomi utama. Selain nilai tambahnya yang kecil, ketika ekonomi global melambat pengaruhnya akan sangat signifikan," tambahnya.
Data keuangan Yunani mencatat bahwa pada triwulan I-2015, PDB Yunani tercatat sebesar 241,72 miliar dollar AS dengan pertumbuhan ekonomi 0,20 persen jika dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, PDB per kapita Yunani sebesar 18.146,3 dollar AS, dengan tingkat pengangguran 25,6 persen,
"Berdasarkan hal tersebut, tidak ada contoh yang menunjukkan bahwa jika rasio utang sebuah negara dianggap aman terhadap PDB-nya, maka negara tersebut aman dari krisis. Hal tersebut lebih tergantung pada urusan pengelolaannya," Tutup Abdul Kharis Almasyhari yang meraih gelar doktoralnya dari Universitas Sebelas Maret Surakarta bidang BUMN Non-Keuangan ini. Sumber: Humas Fraksi PKS DPR RI
Hal tersebut sebagaimana disampaikan Abdul Kharis saat ditemui di Kompleks Senayan, DPR RI, pada Kamis (9/7).
"Utang luar negeri Yunani sangat fantastis yakni sebesar 360 miliar euro, atau sekitar Rp5.345 triliun. Rasio utangnya pun terhadap produk domestik bruto Yunani sangat berbahaya, yaitu lebih dari 100 persen. Jika dibandingkan dengan rasio utang pemerintah Indonesia dimana masih berada pada kisaran 25 persen terhadap PDB, potensi untuk default atau gagal bayar utang masih aman. Walaupun demikian, rendahnya rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) tersebut bukan jaminan bahwa Indonesia terbebas dari ancaman krisis," kata legislator yang duduk di Komisi XI yang membidangi keuangan dan perbankan tersebut.
Abdul Kharis menambahkan bahwa untuk mengantisipasi hal tersebut, utang yang dikelola Pemerintah Indonesia haruslah dikelola secara prudent dan ditujukan untuk kegiatan yang bersifat produktif. Selain itu, ke depan Indonesia juga harus mampu beralih ke manufaktur, sebab harga komoditas sangat terpengaruh oleh keadaan ekonomi global.
"Sebagai contoh, akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi oleh mitra-mitra dagang yang penting, performa ekspor Indonesia telah melemah sejalan dengan kondisi global. Di kuartal 1 tahun 2015, ekspor Indonesia jatuh 11,7% (yoy) menjadi 39,1 miliar dollar AS," kata legislator yang berasal dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah V yang meliputi Sukoharjo, Solo, Boyolali, dan Klaten tersebut.
Sebagaimana diketahui, krisis Yunani berawal dari pengelolaan utang yang tidak prudent atau bijak. Salah satunya adalah pemerintah Yunani menanggung besarnya pembiayaan jaminan sosial yang diambil dari utang tersebut. Jika utang digunakan untuk kegiatan non-produktif, seperti subsidi atau jaminan sosial, menurut Abdul Kharis, tidak akan menghasilkan keuntungan atau untuk kegiatan re-financing atau pendanaan kembali.
"Di sisi lain, sumber daya ekonomi Yunani tidaklah banyak. Yunani mengandalkan sektor pariwisata sebagai sumber pertumbuhan ekonomi utama. Selain nilai tambahnya yang kecil, ketika ekonomi global melambat pengaruhnya akan sangat signifikan," tambahnya.
Data keuangan Yunani mencatat bahwa pada triwulan I-2015, PDB Yunani tercatat sebesar 241,72 miliar dollar AS dengan pertumbuhan ekonomi 0,20 persen jika dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, PDB per kapita Yunani sebesar 18.146,3 dollar AS, dengan tingkat pengangguran 25,6 persen,
"Berdasarkan hal tersebut, tidak ada contoh yang menunjukkan bahwa jika rasio utang sebuah negara dianggap aman terhadap PDB-nya, maka negara tersebut aman dari krisis. Hal tersebut lebih tergantung pada urusan pengelolaannya," Tutup Abdul Kharis Almasyhari yang meraih gelar doktoralnya dari Universitas Sebelas Maret Surakarta bidang BUMN Non-Keuangan ini. Sumber: Humas Fraksi PKS DPR RI