Segala puji hanya bagi-Mu, ya Allah. Kepada-Mu segala yang ada di
langit dan di bumi bertasbih dengan tidak mengenal lelah, jenuh, dan
jemu. Maha Suci Engkau, Ya Allah. Engkaulah yang mensucikan hati-hati
hamba-Mu sesuai dengan kehendak-Mu.
Wahai diriku.…
Mari coba tatap dalam-dalam dan bertanyalah siapa kamu? Maka di sana akan terlihat seluruh kelemahan yang ada. Balil insanu ‘ala nafsihi bashirah.
Diriku…,
bercerminlah kepada seorang sahabat: Handzalah bin Rabi’ Al-Usaidi r.a.
Ia salah satu penulis wahyu yang dengan segala kesadaran dirinya
sendiri mengatakan, ”Nafaqo Handzalah, telah munafik Handzalah.”
Diriku…,
apa yang terjadi pada diri Handzalah sampai-sampai menegur dirinya
sendiri seperti itu? Padahal beliau sangat dekat dengan Rasullullah.
Jawabnya tak lain adalah kejujuran diri. Handzalah merasa iman yang
dimilikinya terasa kuat ketika berada di dekat Rasulullah saw. Seakan ia
menatap surga dan neraka dengan kedua matanya. Namun ketika kembali
sibuk dengan keluarganya, dengan aktivitas duniawinya, ia merasakan
kondisi dirinya sangat berubah.
Diriku…, dengan kata apa kau harus mengungkapkan kondisimu? Seperti ungkapan Handzalah kah? Atau lebih dari itu? Atau lebih buruk? Ya Allah, ampunilah hambamu ini.
Wahai diriku….
Bukankah
kamu juga telah mengenal siapa dirimu? Yang lebih banyak sibuk dengan
dunia? Diri yang lemah dalam beribadah, diri yang merasa berat berkorban
untuk taat? Diri yang banyak bicara sedikit kerja? Lalu apakah kamu
masih terus melakukan itu padahal Allah swt. telah menegurmu: ”Aradhitum bil hayatiddunya minal akhirah, apakah kalian lebih cinta dunia dibanding akhirat?” Astagfirullah!
Diriku…, jika kamu telah tahu segala kekuatan dan kelemahanmu, lalu apa yang akan kau lakukan? Memperbaikinya? Atau, sebaliknya?
Bercerminlah,
wahai diriku, kepada sahabat Huzaifah r.a. kala menjawab pertanyaan
Rasulullah saw., “Bagaimana kondisimu hari ini, wahai Hudzaifah?” Dengan
percaya diri ia menjawab, ”Alhamdulillah, ya Rasulullah, saat ini aku menjadi seorang mukmin yang kuat iman.” Rasulullah saw. bertanya kembali, “Hai Huzaifah, sungguh segala sesuatu itu ada buktinya. Maka apa bukti
dari pernyataanmu itu?” Jawab Huzaifah r.a., ”Ya Rasulullah, tidak
suatu pagi pun yang aku hidup padanya dan aku berharap untuk sampai pada
sore hari; dan tiada sore pun yang aku hidup padanya dan aku berharap
untuk hidup sampai pagi hari, melainkan aku melihat dengan jelas di
depan mataku surga yang penduduknya bercanda ria menikmati
keindahannya dan aku melihat neraka dengan penghuninya yang berteriak
menjerit histeris merasakan dahsyatnya siksa.”
Diriku….
Adakah
kau merindukan surga sehingga gelora semangatmu membahana memenuhi ruas
pori-pori jiwamu, tergerak seluruh kesadaranmu untuk bermujahadah dan
berjihad meraih ridha-Nya? Dan apakah kamu takut dan miris akan
dahsyatnya siksa neraka sehingga tak satu pun sel tubuh ini kecuali
berupaya terlindungi dari sengatannya pada hari pembalasan nanti?
Diriku….
Jika kamu telah mengetahui segala kelemahan yang ada , lalu kamu tidak segara menanggulanginya,
maka ketahuilah kamu termasuk orang-orang yang merugi! Begitu pula
ketika kamu telah mengetahui kekuatanmu dan kamu tidak bisa
mempertahankannya, maka kamu pun termasuk orang yang merugi!
Karena itu….
Perbaiki, jaga, dan tumbuh suburkan kekuatan itu agar amal shaleh, ketaatan, dan dakwah tetap terjaga.
Dengarlah, tatkala mendengar jawaban Huzaifah r.a., Rasulullah saw. mengatakan, “Arafta falzam, kamu sudah tahu, maka komitmenlah dengan apa yang kamu tahu.”
ust.