Written By
Admin
on
Senin, 11 Februari 2013
|
22.26
Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini sungguh
memprihatinkan. Tingkat kejahatan merajalela. Tindakan anarkis, berbuat
sewenang-wenang dan tidak mengindahkan undang-undang marak terjadi.
Tawuran pelajar dan geng-geng motor mencuat dengan berbundel tindak
anarki. Ironinya, dalang semua itu adalah mereka yang mayoritas
berstatus anak muda.
Bagaimanakah sosok pemuda seharusnya?
Pemuda adalah generasi emas suatu bangsa. Ia merupakan cerminan
bangsa. Jika pemudanya baik maka bangsa pun akan baik, begitu pula
sebaliknya. Sepanjang sejarah peradaban manusia, pemuda merupakan
pelopor. Berbagai perubahan yang terjadi di suatu negara, pemudalah
penggeraknya. Di balik kontrol sosial, pemuda pula motor utamanya.
Ibarat sang surya, maka pemuda bagaikan sinar matahari di tengah hari
dengan terik panasnya yang menyengat. “Masa muda masa yang berapi-api”
senandung H. Roma Irama
Satu di antara tujuh kelompok yang akan mendapat naungan Allah Ta’ala pada hari ketika tidak ada naungan selain naungan-Nya adalah pemuda yang tumbuh berkembang dalam balutan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Imam Bukhari meriwayatkan dalam sebuah hadits, salah
Pemuda di Balik Sejarah Islam
Sejarah membuktikan bahwa pemuda adalah mereka yang mencetak
sejarahnya. Pemuda yang mengukir nama-namanya dengan tinta emas. Mereka
laik dijadikan uswah (teladan) bagi para pemuda generasi sekarang.
Lain zaman, lain kondisi. Kondisi anak muda akhir-akhir ini sangat
bertolak belakang dengan kondisi anak muda era Islam dahulu. Salah satu
sebab kebertolak belakangan mayoritas pemuda saat ini ialah salahnya
mengambil figur yang diidolakan. Mereka lebih mengidolakan orang-orang
kafir yang jelas-jelas membenci Islam. Lalu, siapakah figur dan idola
yang layak bagi pemuda muslim?
Nabi Ibrahim, contoh pemuda yang terabadikan namanya dalam Al-Quran,
yang harus diikuti jejaknya oleh pemuda masa kini. Ia adalah pemuda yang
tumbuh di tengah masyarakat pemuja dan penyembah berhala. Di lingkungan
yang gelap dengan kemusyrikan, ia berdiri tegak di atas titian wahyu.
Ia terus melancarkan dakwah tauhid kepada ayah kandungnya dan
masyarakat, tanpa pantang menyerah.
Selain Nabi Ibrahim, Al-Quran juga telah mengabadikan kisah pemuda Kahfi, sebutan bagi para pemuda yang rela lillahi ta’ala berdiam di dalam gua yang pengap lagi gelap.
(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke
dalam gua lalu mereka berdo’a : “wahai Tuhan kami berikanlah rahmat
kepada kami dari sisi-sisi Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)”. (Al Kahfi [18] : 10)
Para pemuda Kahfi lebih memilih meninggalkan gemerlap modernitas
kehidupan kota daripada harus tenggelam dalam tatanan masyarakat yang
rusak. Mereka pemuda yang tak lagi memikirkan tawaran dunia sebab mereka
lebih sibuk mengurusi nasib akhirat. Alhasil, mereka sepakat
menyelamatkan keimanannya dengan mengasingkan diri di dalam gua.
Karakter pemuda muslim
Al-Qur’an adalah sumber ilmu dan referensi terbaik. Ia tidak hanya
menyebutkan para pemuda di atas sebagai kisah indah, tapi juga
menerangkan karakteristik pemuda ideal bagi generasi berikutnya.
Al-Quran bukan sebatas kisah untuk dikenang semata. Lebih dari itu, ada
tuntutan bagi kita meniru perilaku dan akhlak orang-orang terbaik
terdahulu. Bagaimana karakteristik pemuda ideal yang ada dalam
Al-Quran?
Pertama, ia memiliki keberanian dalam menyatakan yang benar itu benar
dan yang salah itu salah. Sikap bertanggungjawab dan menanggung resiko
dalam mempertahankan keyakinannya adalah karakter utama pemuda muslim.
Teladan spektakuler telah dicontohkan oleh pemuda Ibrahim pada masa Raja
Namrudz, penguasa tirani saat itu.
“Ingatlah, ketika Ibrahim muda membuat tipu daya terhadap kaumnya
dengan menghancurkan berhala-berhala mereka berpotong-potong. Lantas ia
menyisakan yang terbesar dari patung yang lain dan mengalungkan kapaknya
pada leher patung tersebut. Mendapati patung-patungnya hancur, mereka
lantas mencurigai Ibrahim karena hanya ia yang mencela berhala-berhala
sembahan mereka.
“mereka berkata : kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim ”. (al- Anbiya[21] : 60)
Kemudian kaum itu menginterogasi Ibrahim, “Apakah kamu yang melakukan
perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai Ibrahim?” Ibrahim
menjawab, “Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka
tanyakanlah pada berhala itu, jika mereka dapat berbicara.”
Pertanyaan Ibrahim membuat kaumnya bungkam. Mereka tidak bisa
menjawab sepatah kata pun. Mereka menyadari bahwa berhala-berhala yang
mereka sembah tidak dapat berbicara sedikit pun. Akan tetapi karena
kesombongannya, mereka membangkang setelah datangnya kebenaran.
Karakteristik kedua, pemuda yang memiliki rasa ingin tahu tinggi
dalam mencari dan menemukan kebenaran atas dasar ilmu dan keyakinan.
Pemuda muslim tak kenal kata berhenti dari belajar dan menunutut ilmu
pengetahuan. Semakin banyak ilmu yang dimilikinya, akan menghantarkan ia
menyadari betapa banyak ilmu yang belum diketahui dan akan menyadari
bahwa ilmu Allah sangatlah luas.
Allah berfirman,
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim
berkata : “ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau
menghidupkan orang-orang mati.” Allah berfirman : belum yakinkah kamu?
Ibrahim menjawab : “aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap
mantap (dengan imanku)”. (Al-Baqarah [2] : 260)
Pepatah bertutur, tuntulah ilmu dari buaian sampai liang lahat. Nabi
Muhammad adalah teladan sejati bagi pemuda masa kini. Ia selalu memohon
dalam doanya agar senatiasa ditambah ilmunya. Bukannya rejeki, kekayaan,
dan jabatan yang ia pinta untuk ditambah.
Ketiga, sosok pemuda muslim selalu berusaha dan berupaya untuk
berkelompok dalam bingkai keyakinan dan kekuatan akidah yang lurus.
Sikap mereka laiknya pemuda ashabul kahfi yang dikisahkan Allah
dalam surat al-Kahfi. Mereka berkumpul untuk merencanakan sebuah
kebaikan dan saling menguatkan di dalamnya. Bukan berkelompok dan
membentuk komunitas untuk merencanakan suatu keburukan semisal tawuran
yang marak terjadi sekarang ini.
Jadi, para pemuda berkumpul membentuk grup maupun komunitas bukan sekadar huru-hara, kongkow-kongkow
yang tidak jelas. Melainkan, mereka berkelompok dalam rangka
tolong-menolong dalam kebenaran dan ketaqwaan, bukan bekerjasama dalam
perbuatan dosa dan permusuhan (tawuran).
Keempat, pemuda yang senatiasa berusaha menjaga akhlak dan
kepribadian sehingga tidak terjerumus pada perbuatan asusila. Hal ini
menjadi tantangan yang sangat berat saat ini. Dekadensi moral yang
melanda kaum muda ditambah dominasi budaya barat yang telah menjadi gaya
hidup mereka sekarang ini menjadikan pergaulan Islami sesuatu yang
sangat langka dan asing. Kisah kepribadian Nabi Yusuf sangat ideal
dijadikan teladan bagi para pemuda generasi sekarang.
Kala itu Yusuf muda digoda oleh Zulaikha dalam kamar yang tertutup.
Seorang pun tak ada yang tahu perbuatan mereka. Namun dengan akhlak yang
terjaga serta pertolongan Allah pastinya, akhirnya sang pemuda tampan
itu bisa lolos dari jeratan bujuk rayu permaisuri mesir cantik yang
dibisikkan oleh setan laknatullah.
Allah berfirman
“sesungguhnya wanita itu telah
bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun
bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat
tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah agar kami memalinkan dari padanya
kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba
kami yang terpilih.” (Yusuf [12] : 24)
Kelima, pemuda yang memiliki etos kerja dan etos usaha yang tinggi.
Jati diri pemuda muslim tampak pada sikapnya yang tidak pernah mengeluh
apalagi menyerah saat rintangan dan hambatan menghadang. Ia memandang
berbagai kesulitan hidup adalah peluang untuk menorehkan prestasi dan
sebagai sarana pemantapan jati diri dan kematangan jiwa.
Kekurangan materi yang melilit kehidupan sehari-hari, kesusahan dan
beban hidup yang terus melekat tak jarang menjadikan pemuda dilanda
kegalauan yang sangat. Sehingga, ia kehilangan semangat hidup. Alih-alih
berpikir positif untuk orang lain, seringkali pemuda seperti ini hanya
bisa berpikir pragmatis saja. Sebaliknya, pemuda yang memiliki etos
kerja tinggi akan berusaha terus. Kendati duka lebih sering menyapa,
tapi hal ini tak menyurutkan semangat hidupnya. Ia tetap seorang
visioner yang memiliki tekad baja.
Hal ini diperagakan oleh sosok pemuda Muhammad Saw yang menjadikan
tantangan sebagai peluang. Tantangan sebagai tangga untuk menggapai
kesuksesan hingga gelar Al-Amin (terpercaya) disematkan kepadanya.
Segala beban dan kesulitan hidup hanya sekadar batu loncat bagi pemuda
Muhammad meraih kesuksesan hidup. Ia mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala
tidak akan membebani seseorang melebihi kadar kemampuannya. Dan
bahwasanya Allah Mahatahu dan Maha Melihat. Dia tidak akan pernah
menyia-nyiakan perbuatan hambaNya yang beriman. Wallahu Ta’ala A’lam. * Mahasiswa PPMS ULIL ALBAB Kampus UIKA Bogor