Perhelatan APEC di Denpasar, Bali beberapa waktu lalu memperlihatkan
posisi penting Indonesia di kawasan Asia-Pasifik. Petinggi 21 negara
hadir minus Presiden Barack Obama dari Amerika Serikat yang harus
menghadapi masalah penolakan anggaran oleh Kongres.
Kinerja ekonomi Indonesia pun dipuji banyak tokoh dan lembaga
internasional, walaupun kondisi riil masyarakat belum tentu makin
sejahtera. Hal itu terlihat juga saat pertemuan G-20 di Russia. Presiden
SBY bercengkerama dan menyampaikan pidato di depan 20 pemimpin negara
paling besar volume ekonominya di dunia.
Citra global yang positif mestinya mendorong pemerintah Indonesia untuk
serius berbenah. Faktanya, tingkat pertumbuhan relatif stagnan, sehingga
angka pengangguran cukup tinggi dan penurunan angka kemiskinan melemah.
Sementara itu, tingginya volume impor dan defisit transaksi berjalan
menyebabkan cadangan devisa terkuras drastik. Dalam jangka 3-4 bulan,
devisa negara digelontorkan hampir USD 10 miliar untuk stabilisasi
ekonomi nasional.
Berbagai masalah pelik itu ternyata dapat diuraikan dengan bahasa
sederhana dan logika orang biasa. Penulis muda, Muhammad Idrus, bukan
sekadar pengamat ekonomi, namun praktisi pasar. Tak heran, bila lima bab
penjelasannya tentang dampak pelemahan rupiah menarik dibaca. Ternyata
anjloknya mata uang Rupiah tak membuat para eksportir untung besar,
bahkan harga bahan baku produksi meroket, penjualan properti melambat,
dan industri manufaktur terpuruk. Lalu, siapa yang diuntungkan?
Idrus merintis bisnis mulai dari usaha rumahan hingga berkembang jadi
grup properti dan perdagangan valuta asing. Kini Idrus menjadi salah
seorang Ketua BPP HIPMI Bidang Infrastruktur Laut dan Pesisir, sesuai
passion dan kompetensinya sebagai warga berlatar Bugis yang tinggal di
kawasan pantai Jakarta Utara.
Fluktuasi nilai rupiah sebenarnya sudah terjadi dari masa ke masa. Pada
masa kontemporer di tahun 1997, 2007, dan 2012. Faktor penyebabnya
sangat beragam, sehingga solusi yang diajukan penentu kebijakan moneter
juga beraneka. Efektivitas kebijakan itulah yang digugat Penulis.
Idrus berpengalaman sebagai praktisi perdagangan valuta asing dalam masa
cukup lama, hingfa terpilih sebagai Ketua Umum BPP Asosiasi Pedagang
Valuta Asing Indonesia. Karena itu, analisisnya tak asal bunyi. Semua
sisi gelap semisal gejala mafia mata uang yang memperlakukan Rupiah
selaku komoditas belaka diungkap, termasuk gaya hidup ambigu para
pejabat tinggi dan elite konglomerat yang bangga menyimpan mata uang
asing.
Tak aneh Rupiah rontok di negeri sendiri akibat berbagai aspek domestik
yang menekan, disamping pengurangan stimulur fiskal AS. Sebagai pelaku
pasar Idrus tak gelap mata, nasionalismenya bangkit. Ia tak rela ekonomi
nasional tergoncang karena spekulasi mata uang terselubung, disamping
Gerakan Cinta Rupiah yang sekadar lips service. Kalau benar semua pihak
bertekad menjadikan Rupiah kuat, maka langkah fundamental yang harus
dilakukan adalah mengubah rezim devisa bebas.
Konstitusi RI 1945 sejatinya menetapkan sistem ekonomi nasional yang
kokoh melalui rezim devisa terkendali. Langkah strategis ialah
penggunaan Rupiah sebagai alat transaksi di seluruh wilayah Indonesia
sejalan dengan UU nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. Bagi mereka yang
melanggar dalam setiap transaksi tidak menggunakan Rupiah, maka diberi
sanksi kurungan satu tahun atau denda Rp 200 juta, sebagaimana termaktib
dalam pasal 33.
Dalam konteks itu, diperlukan konsistensi kebijakan, terutama di tingkat
peraturan pelaksanaannya. Sebab, kenyataannya justru pemegang Rupiah
mengalami kesulitan bertransaksi di negeri sendiri di beberapa sektor
seperti pelabuhan atau pengurusan impor, bahkan ada penjualan barang
elektronik yang menggunakan patokan harga asing.
Sebagai wirausahawan muda, Idrus gelisah menyaksikan kegamangam
kebijakan nasional dalam mencapai stabilitas ekonomi melalui penguatan
Rupiah dan kontrol inflasi. Idrus mendesak agar dilakukan aksi radikal,
antara lain perubahan mind-set pejabat tinggi yang senang mengoleksi
valas dan perilaku masyarakat yang super konsumtif dengan menghamburkan
mata uang asing.
Demi mengobarkan spirit baru di kalangan eksekutif muda, Idrus yang saat
ini diberi amanah maju sebagai caleg PKS DPR RI dari Jakarta ini
meluncurkan buku berjudul: "Rupiah Kuat, Bangsa Bermartabat" pada Kamis,
14/11/2013, jam 10.30-13.00 (diakhiri makan siang) di Bumbu Desa Kelapa
Gading, Jl. Boulevard Artha Gading Blok BI A2, Kelapa Gading, Jakarta
Utara.
Dukungan dari berbagai kalangan lintas kelompok dan profesi menunjukkan buku ini sangat penting untuk disimak.
Menteri Sosial RI, Dr. Salim Segaf al Jufr i:
"Kondisi makro ekonomi suatu bangsa sangat mempengaruhi perilaku masyarakatnya. Penulis buku ini, tokoh wirausahawan muda, Muhammad Idrus, secara tepat menggambarkan bagaimana dampak dari pelemahan mata uang Rupiah sebagai alat tukar dan komoditas.
Tak hanya itu, Penulis yang merupakan praktisi keuangan, juga menawarkan solusi penguatan Rupiah. Bukan hanya dari aspek kebijakan, namun juga perubahan sikap masyarakat dan elite yang memiliki dana melimpah. Penguatan Rupiah bukan sekadar agenda pemulihan ekonomi, tapi pengembalian martabat bangsa."
Irwanda W. Wardhana, Peneliti Badan Kebijakan Fiskal dan Kandidat Doktor Ilmu Ekonomi dan Politik di University of Texas, AS:
Buku ini perlu dibaca bagi siapa saja yang tertarik dengan perkembangan terkini mata uang rupiah. Penyajiannya mengalir dengan bahasa yang mudah dipahami. Informasi yang dipaparkan mencerahkan sekaligus menggelitik daya kritis pembacanya. Seperti yang penulis sampaikan: “Dolar pun mewujudkan impian sekelompok orang menjadi lebih ekslusif, dan menjadi pembeda status sosial dan ekonomi dengan kelompok atau kaum proletar.”
Buku ini layak menjadi penghuni perpustakaan pribadi di rumah anda.
Dr. Mukhammad Najib, Dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB:
"Buku ini menyadarkan kita betapa rentannya nilai Rupiah dibanding mata uang negara lain. Hal itu terjadi bukan semata karena belum stabilnya situasi politik nasional, tapi karena lemahnya fundamental ekonomi kita. Gerak ekonomi yang lebih dominan konsumsi daripada produksi turut berkontribusi bagi pelemahan Rupiah.
Dengan pengalaman di pasar uang, saudara Idrus tidak hanya memetakan situasi nilai tukar, namun juga menawarkan pemikiran bagaimana memperkuat Rupiah. Rangkaian pengamatan, pemikiran, dan pengalaman yang disajikan dalam bahasa popular oleh Idrus membuat bukan ini tidak hanya enak dibaca, tapi juga lebih mudah dipahami. Semoga buku ini bisa menambah wawasan dan perspektif baru kepada pembaca, terutama mereka yang memiliki minat khusus kepada sektor keuangan dan moneter."
Farouk al Wayni: Chairman, Center for Islamic Studies in Finance, Economics, and Development (CISFED):
"Upaya yang patut dihargai untuk mengaitkan persoalan mata uang rupiah kita dengan persoalan ekonomi-politik Indonesia. Persoalan ekonomi Indonesia memang perlu dilihat bukan dari sekedar pendekatan ekonomi semata, tetapi juga pendekatan ekonomi politik."
http://www.pkspiyungan.org