Mantan Ketua MPR RI periode 2004-2009, Hidayat Nur Wahid memberikan
tanggapan tentang isu rangkap jabatan yang sedang marak diberitakan,
baik melalui media cetak maupun online. Kepada Beningpost.com ia
mengatakan bahwasanya PKS sudah lama mengkomunikasikan terkait rangkap
jabatan, memang sebaiknya tidak melakukan rangkap jabatan.
Hidayat mengaku PKS sudah mempraktikkan bukan hanya mewacanakan. Begitu
ketua partai terpilih menjadi pejabat publik, orang yang bersangkutan
segera meninggalkan jabatan ketua partai. Atau sebaliknya ketika menjadi
ketua partai, dia meninggalkan jabatan publiknya.
“Contohnya, ketika Nur Mahmudi menjadi menteri maka beliau meninggalkan
jabatan sebagai presiden partai. Lalu, ketika Pak Tifatul dipilih
menjadi menteri maka beliau meninggalkan jabatan presidennya digantikan
Pak Luthfi, kemudian saat Pak Luthfi kena masalah, beliau segera diganti
dan yang menggantikan Pak Anis Matta. Pak Anis Matta juga langsung
meninggalkan jabatannya di wakil ketua DPR,” jelasnya kepada
Beningpost.com saat dihubungi, Jumat (5/4).
Ia menegaskan bahwa PKS sudah dari dulu bukan hanya wacana, tapi sudah
mempraktikkan tentang pentingnya untuk tidak rangkap jabatan, karena ia
menilai bahwa jabatan-jabatan itu semuanya sangat penting dan semuanya
memerlukan sepenuh waktu untuk mengurusi dan memerlukan tanggung jawab
serta amanah yang tinggi.
Tapi permasalahannya, Hidayat melanjutkan, PKS berkali-kali mengusulkan
dalam rapat di DPR terkait hal itu, namun selalu kalah di DPR, sehingga
sampai hari ini memang belum ada aturan perundangan yang secara
definitif melarang rangkap jabatan itu, jadi inilah permasalahannya.
Hidayat menjelaskan sesungguhnya yang paling utama adalah presiden itu
harus menjadi contoh terbaiknya. SBY sendiri juga pernah mengimbau
kepada para menterinya kalau tidak bisa sepenuh waktu mengurusi
kementerian dan masih rebut di partainya, silakan untuk memilih untuk
tidak merangkap jabatan. Karenanya memang sangat baik jika beliau
menjadi contoh terbaik terhadap apa yang selama ini beliau sampaikan
sendiri.
“Kata kuncinya ialah biar rakyatlah yang memberikan apakah punishment
atau reward terhadap kondisi ini, itu akan dilihat nanti pada pemilu
2014,” tukas mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera periode
2000-2004.
Lebih jauh, Hidayat menjelaskan bahwa PKS tidak mewacanakan pemakzulan,
karena pemakzulan presiden itu diatur dalam UUD. Ia juga menyatakan isu
ini tidak bisa dipakai menjadi pintu untuk pemakzulan presiden, karena
memang tidak ada yang dilanggar dari sisi UUD. Jadi PKS tidak akan
mewacanakan itu.
“Tetapi PKS menjadi bagian dari yang mengusulkan dalam perubahan UUD
pilpres itu agar presiden ke depan tidak melakukan rangkap jabatan
sebagai ketua umum partai,” pungkasnya.