Yang kami maksud dengan At Tadhhiyah (pengorbanan) adalah :Pengorbanan jiwa raga, harta dan waktu serta segala sesuatu dalam rangka mencapai tujuan. Dan tidak ada kata jihad didunia tanpa adanya rasa pengorbanan. Anda jangan merasa bahwa pengorbanan Anda akan hilang begitu saja demi meniti jalan fikrah kami ini. Tapi itu tak lain adalah sebuah ganjaran yang melimpah dan pahala yang besar, barang siapa yang tak mau berkorban dengan kami maka ia berdosa. Karena Allah Ta’ala telah menegaskan hal itu dalam banyak ayat Al Qur’an. Dengan memahami ini maka anda akan memahami doktrin “Mati dijalan Allah adalah cita-cita kami tertinggi”
___________________________________________________
“Ajruki’ala qadri nashabiki”
(ganjaranmu tergantung kadar
lelahmu)
HR. Muslim dari Aisyah, ra
Kemauan
Berkurban dan Sikap Jujur
Kemauan yang jujur
akan terwujud dalam aplikasi yang berani menantang bahaya dan segala hambatan,
seperti akar yang sehat menembus tanah yang keras dan bebatuan. Ketika kaum
beriman dihadang berulang kali, yang muncul adalah keberanian dan keledzatan
merespon tantangan. Dua kali berhasil dengan gemilang memukul mundur serangan
kuffar Quraisy di Bandar dan Uhud dalam rentang waktu yang amat singkat .
ternyata masih disusul dengan serangan sekutu yang tak seimbang (gabungan) Yahudi, Quraisy, Gathafan dan Munafiqun).
Mungkin kekuatan lain sudah shock, tetapi alih-alih dari itu semua, mereka
serentak mengungkapkan sikap yang sama dan padu “Inilah yang dijanjikan Allah dan
Rasul-nya dan benarlah Allah dan Rasul-Nya” (QS Al Ahzab: 22)
Tidak seperti hewan
yang digemukkan dengan memberikan makanan, ternyata iman dan amal shalih
digemukkan dengan pengurbanan. Semakin sedikit tubuh mendapat respon bagi
kenikmatan syahwatnya maka semakin besar ruh berkurban.
Manusia semacam
Bal’am adalah sejenisnya makhluk yang tak henti-hentinya mengikuti tarikan
grafitasi syahwat dan mulutnya selalu berliur oleh selera dunia. Berapapun ia
diberi tetaplah ia menjulur, bagaikan anjing (QS. Al Araf: 175). Ia akan rela
mengurbankan kehormatannya sebagai orang berilmu demi dunia yang tak pernah
memuaskan dahaga. Pasanglah jam dan perhiasan mahal ditangan seharga 1 Miliar,
lalu lemparkan sepotong tulang dengan sedikit saja daging dan lihatlah apakah anjing itu tetap tertegun melihat
kilauan perhiasan yang sangat mahal ataukah akan berlari mengejar tulang? Ah
jangankan perbandingan miliar dengan tulang betulan, bayang-bayang tulang yang
dilihatnya dipermukaan telaga membuatnya terjerumus oleh baying-bayang tulang
dimulut anjing lainnya yang tak lebih dari baying-bayang dirinya.
Jadi
Orang Besar dengan Resiko Besar
Ibnu Abbas radhiyanllahu’anhu diminta waktunya
sejenak oleh seorang untuk suatu urusan kecil. Datanglah kepadaku dengan urusan besar, urusan kecil berikan buat yang
lain. Mengapa nabi Ibrahim selalu meminta lisan shidq dikalangan generasi
berikutnya? Mengapa nabi Ismail dan Abu Bakar digelari si jujur? Apa jadinya
bila nabi Ibrahim gagal meninggalkan Ummu Ismail dan Ismail alaihissalam di lembah tak bertanaman
disisi rumah-nya yang dihormati (QS Ibrahim:37)? Apa jadinya bila Ismail alaihissalam yang beranjak remaja
memanfaatkan kemanusiaan bapaknnya agar tak terjadi pengurbanan besar itu (QS
Shaad : 102)? Jelas mereka akan menjadi orang yang tak pernah punya peran
diatas panggung sejarah, Karena sejarah tak pernah mau mengabadikan orang-orang
biasa yang perjalanannya datar tanpa tantangan. Kadang orang merasa ada
dinamika dalam sejarah dan ia menontonnya tanpa berpikir ia sendiri mampu menjadi
actor sejarah. Inilah thufailiyat (sifat
kekanak-kanakan) yang betapapun usia fisik telah jauh diambang tua, namun
fikiran pemiliknya tertinggal dimasa lalu yang lugu, mentah dan
kekanak-kanakan.
Belakangan datang
generasi yang tak merasakannya telah berkurban dizaman awal Islam, saat
Muhajirin dan Anshar bahu membahu membangun masyarakat Madinah dan tidak
menjadikan Islam sebagai wacana teoritik belaka. Mereka tak merasakan makan
daun perdu padang pasir yang membuat luka kerongkongan dan remah mereka sama
dengan kotorang kambing dan unta. Mereka tak merasakan blockade tiga tahun di
Syi’b Abi Thalib, pergi meninggalkan tanah air atau disita harta dan dibunuhi
keluarga mereka.
Suatu hari datanglah
Mush’ab bin Umair ke majelis Rasulullah SAW dengan pakaian bertambal, Beliau
menangis mengenang masa-masa Mush’ab dimanjakan orang tuanya dalam jahiliyah.
Beliau ingatkan para sahabat: “Bagaimana kamu, bila kelak pagi kamu berpakaian
kebesaran dan petang mengganti dengan pakaian kebesaran lainnya, piring-piring
makanan datang silih berganti dan kamu mulai memasang penutup dinding seperti
Ka’bah dibalut sitar (kelambu)”.
Para sahabat bertanya
: “Bukankah saat itu kami jadi lebih baik,
karena dapat sepenuh waktu beribadah dan tercukupi kebutuhan pokok?”
Rasulullah SAW
menjawab, “Tidak, kamu hari ini lebih baik daripada hari itu”
Ia adalah langkah kembali yang benar dan
jalan menghindari eksploitasi pengurbanan manusia bagi kepentingan Fira’unisme,
Hamanisme, Qarunisme dan Bal’amisme. Dan target ini sesungguhnya target da’wah
itu sendiri, yaitu pembebasan. Ia perlindungan sejati bagi hamba-hamba tak
berdaya, yang selama ini meniti bukit kurban mereka yang salah dengan lelah,
membawa sen demi sen yang mereka peroleh dengan keringat dan darah, bagi
monster periba yang kejam dan mati rasa, pemilik modal yang arogan dan sais
kereta kebendaan yang ringkih, tua dan berat, dihela keledai-keledai protelar
dengan jasad yang semakin kurus, dimangsa para kamerad elite yang tak bermalu,
memimpin dengan fanatisme, dendam dan dusta.
Pengurbanan rakyat bodoh yang terus dibodohi
oleh para pemimpin berbaju paderi dan kiai, yang memanfaatkan kultus individu
dan keyakinan lugu mereka tentang kewalian dan adi kodrati, padahal sang
pemimpin lebih dekat kepada ateisme daripada monoteisme, bahkan daripada
politeisme sekalipun. Pengurbanan menjadi shalih bila dapat menghantarkan atau
mempersembahkan supermasi tertinggi ditangan Allah dan termuliakannya darah dan nyawa, kehidupan dan kematian hamba,
karena tertutup sudah semua jalan bagi berjayanya para penipu, pemeras dan
kalangan memperdayakan mayoritas mengambang.
Sesungguhnya
pada generasi sebelum kamu, ada yang disisir dengan sisir besi yang menancap
kebawah tulang, daging atau sarafnya. Semua itu tak mengalihkan mereka dari
agama. Sungguh Allah akan sempurnakan urusan ini, sampai seseorang dapat pergi
sendirian dari Shan’a ke Hadharamaut tanpa takut kepada siapapun kecuali Allah”
(Al Buthy, Fiqh Sirah 106)
Hanya
Untuk-Nya
Dalil yang paling terang bahwa misi tak
membuka peluang bagi pengurbanan individu untuk kepentingan figur, adalah
melimpahkannya teks-teks larangan kultus, sampai celaan yang sangat bagi
seseorang yang senang orang lain berdiri menyambut kedatangnnya. Ketika Imam
Ali bin Abi Thalib berkunjung ke suatu tempat, rakyat datang dengan sikap
merunduk-runduk.”Alangkah ruginya kelelahan yang berunjung siksaan dan alangkah
keberuntungan sikap ringan yang berbuah aman dari neraka” demikian nasihatnya.
Seseorang dapat menikmati kekaguman masyarakat
terhadap kuantitas ibadah ritualnya dan ia menikmati ketentraman beribadah
sambil melupakan tugas jihad lisan mencegah kemunkaran di masyarakat , penaka
burung unta yang merasa telah aman karena berhasil menyembunyikan kepalanya ke
dalam gundukan pasir, namun ia tak pernah aman akan tuntutan Allah. Suatu hari
Allah memerintahkan malaikat-Nya untuk menumpahkan adzab kepada penduduk suatu
negeri. “ya Rabb, disana ada seorang shalih” lapor malaikat dan Allah sungguh
telah tahu hal itu. “Justru mulailah dari dia, karena tak pernah wajahnya
memerah karena-Ku (ketersinggungan karena kehormatan Allah dihinakan)” (HR
Ahmad)
Mahar perjuangan yang mahal, tidak hanya
menjadi tiket menuju kemenangan generasi ta’sis (perintis), tetapi juga bagi
generasi sesudahnya. Dan mereka harus membayar dengan pengurbanan yang sama
bentuk, format dan gaya yang berbeda. Bagi generasi yang tak terdesak oleh
jihad qital (tempur) selalu terbuka pengurbanan
dengan berbagai jalan: pengurbanan waktu, perasaan, harta, kesenangan
diri, dan lain sebagainya.
Mukmin sejati takkan bergembira karena
tertinggal dari kesertaan berkurban, betapapun udzur memberi mereka rukhshah (keringanan), namun “Mereka
berpaling dengan mata yang basah menangis, karena mereka tak menemukan biaya
(untuk biaya anggkutan perang).” (QS At Taubah: 92).
Penerbit
Pustaka Da'watuna
Pengarang
Rahmat Abdullah
Yang menjadi salah satu keunggulan dari karya ini, adalah kedalaman reflektifnya. Itu yang membedakannya dengan tulisan-tulisan karya orang lain seputar prinsip tersebut. Dan itulah kekuatannya. Dengan refleksi ini Anda aka diajak merenungkan 10 prinsip-prinsip dakwah itu dalam setting situasi, makna, dan fungsi yang luas. Dan itu pula yang menjadikan kumpulan tulisan ini, meski judulnya untuk kader dakwah tapi layak dibaca oleh siapa saja. Mungkin, sesekali memang terasa agak berat memahami beberapa penggal kalimat. Tetapi justru itu memberi penekanan makna sendiri pada saat Anda mencoba mencernanya kembali.
Pustaka Da'watuna
Pengarang
Rahmat Abdullah
Yang menjadi salah satu keunggulan dari karya ini, adalah kedalaman reflektifnya. Itu yang membedakannya dengan tulisan-tulisan karya orang lain seputar prinsip tersebut. Dan itulah kekuatannya. Dengan refleksi ini Anda aka diajak merenungkan 10 prinsip-prinsip dakwah itu dalam setting situasi, makna, dan fungsi yang luas. Dan itu pula yang menjadikan kumpulan tulisan ini, meski judulnya untuk kader dakwah tapi layak dibaca oleh siapa saja. Mungkin, sesekali memang terasa agak berat memahami beberapa penggal kalimat. Tetapi justru itu memberi penekanan makna sendiri pada saat Anda mencoba mencernanya kembali.
belum punya bukunya?, segera beli, mudah-mudahan masih ada stok, abis buku termasuk dah lama ^^
(and)