Home » » At Tadhhiyah (serial Untukmu kader Dakwah -5 )

At Tadhhiyah (serial Untukmu kader Dakwah -5 )

Written By Admin on Sabtu, 06 April 2013 | 21.16



Yang kami maksud dengan At Tadhhiyah (pengorbanan) adalah :
Pengorbanan jiwa raga, harta dan waktu serta segala sesuatu dalam rangka mencapai tujuan. Dan tidak ada kata jihad didunia tanpa adanya rasa pengorbanan. Anda jangan merasa bahwa pengorbanan Anda akan hilang begitu saja demi meniti jalan fikrah kami ini. Tapi itu tak lain adalah sebuah ganjaran yang melimpah dan pahala  yang besar, barang siapa yang tak mau berkorban dengan kami maka ia berdosa. Karena Allah Ta’ala telah menegaskan hal itu dalam banyak ayat Al Qur’an. Dengan memahami ini maka  anda akan memahami doktrin “Mati dijalan Allah adalah cita-cita kami tertinggi”
___________________________________________________
Ajruki’ala qadri nashabiki”
(ganjaranmu tergantung kadar lelahmu)
HR. Muslim dari Aisyah, ra

Kemauan Berkurban dan Sikap Jujur
Kemauan yang jujur akan terwujud dalam aplikasi yang berani menantang bahaya dan segala hambatan, seperti akar yang sehat menembus tanah yang keras dan bebatuan. Ketika kaum beriman dihadang berulang kali, yang muncul adalah keberanian dan keledzatan merespon tantangan. Dua kali berhasil dengan gemilang memukul mundur serangan kuffar Quraisy di Bandar dan Uhud dalam rentang waktu yang amat singkat . ternyata masih disusul dengan serangan sekutu yang tak seimbang (gabungan)  Yahudi, Quraisy, Gathafan dan Munafiqun). Mungkin kekuatan lain sudah shock, tetapi alih-alih dari itu semua, mereka serentak mengungkapkan sikap yang sama dan padu “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-nya dan benarlah Allah dan Rasul-Nya”  (QS Al Ahzab: 22)
Tidak seperti hewan yang digemukkan dengan memberikan makanan, ternyata iman dan amal shalih digemukkan dengan pengurbanan. Semakin sedikit tubuh mendapat respon bagi kenikmatan syahwatnya maka semakin besar ruh berkurban.
Manusia semacam Bal’am adalah sejenisnya makhluk yang tak henti-hentinya mengikuti tarikan grafitasi syahwat dan mulutnya selalu berliur oleh selera dunia. Berapapun ia diberi tetaplah ia menjulur, bagaikan anjing (QS. Al Araf: 175). Ia akan rela mengurbankan kehormatannya sebagai orang berilmu demi dunia yang tak pernah memuaskan dahaga. Pasanglah jam dan perhiasan mahal ditangan seharga 1 Miliar, lalu lemparkan sepotong tulang dengan sedikit saja daging dan lihatlah  apakah anjing itu tetap tertegun melihat kilauan perhiasan yang sangat mahal ataukah akan berlari mengejar tulang? Ah jangankan perbandingan miliar dengan tulang betulan, bayang-bayang tulang yang dilihatnya dipermukaan telaga membuatnya terjerumus oleh baying-bayang tulang dimulut anjing lainnya yang tak lebih dari baying-bayang dirinya.
Jadi Orang Besar dengan Resiko Besar
Ibnu Abbas radhiyanllahu’anhu diminta waktunya sejenak oleh seorang untuk suatu urusan kecil. Datanglah kepadaku dengan urusan besar, urusan kecil berikan buat yang lain. Mengapa nabi Ibrahim selalu meminta lisan shidq dikalangan generasi berikutnya? Mengapa nabi Ismail dan Abu Bakar digelari si jujur? Apa jadinya bila nabi Ibrahim gagal meninggalkan Ummu Ismail dan Ismail alaihissalam di lembah tak bertanaman disisi rumah-nya yang dihormati (QS Ibrahim:37)? Apa jadinya bila Ismail alaihissalam yang beranjak remaja memanfaatkan kemanusiaan bapaknnya agar tak terjadi pengurbanan besar itu (QS Shaad : 102)? Jelas mereka akan menjadi orang yang tak pernah punya peran diatas panggung sejarah, Karena sejarah tak pernah mau mengabadikan orang-orang biasa yang perjalanannya datar tanpa tantangan. Kadang orang merasa ada dinamika dalam sejarah dan ia menontonnya tanpa berpikir ia sendiri mampu menjadi actor sejarah. Inilah thufailiyat (sifat kekanak-kanakan) yang betapapun usia fisik telah jauh diambang tua, namun fikiran pemiliknya tertinggal dimasa lalu yang lugu, mentah dan kekanak-kanakan.
Belakangan datang generasi yang tak merasakannya telah berkurban dizaman awal Islam, saat Muhajirin dan Anshar bahu membahu membangun masyarakat Madinah dan tidak menjadikan Islam sebagai wacana teoritik belaka. Mereka tak merasakan makan daun perdu padang pasir yang membuat luka kerongkongan dan remah mereka sama dengan kotorang kambing dan unta. Mereka tak merasakan blockade tiga tahun di Syi’b Abi Thalib, pergi meninggalkan tanah air atau disita harta dan dibunuhi keluarga mereka. 
  Suatu hari datanglah Mush’ab bin Umair ke majelis Rasulullah SAW dengan pakaian bertambal, Beliau menangis mengenang masa-masa Mush’ab dimanjakan orang tuanya dalam jahiliyah. Beliau ingatkan para sahabat: “Bagaimana kamu, bila kelak pagi kamu berpakaian kebesaran dan petang mengganti dengan pakaian kebesaran lainnya, piring-piring makanan datang silih berganti dan kamu mulai memasang penutup dinding seperti Ka’bah dibalut sitar (kelambu)”.
Para sahabat bertanya : “Bukankah saat itu kami jadi lebih  baik, karena dapat sepenuh waktu beribadah dan tercukupi kebutuhan pokok?”
Rasulullah SAW menjawab, “Tidak, kamu hari ini lebih baik daripada hari itu”
Pengurbanan dan Tabiat Dakwah
Ia adalah langkah kembali yang benar dan jalan menghindari eksploitasi pengurbanan manusia bagi kepentingan Fira’unisme, Hamanisme, Qarunisme dan Bal’amisme. Dan target ini sesungguhnya target da’wah itu sendiri, yaitu pembebasan. Ia perlindungan sejati bagi hamba-hamba tak berdaya, yang selama ini meniti bukit kurban mereka yang salah dengan lelah, membawa sen demi sen yang mereka peroleh dengan keringat dan darah, bagi monster periba yang kejam dan mati rasa, pemilik modal yang arogan dan sais kereta kebendaan yang ringkih, tua dan berat, dihela keledai-keledai protelar dengan jasad yang semakin kurus, dimangsa para kamerad elite yang tak bermalu, memimpin dengan fanatisme, dendam dan dusta.
Pengurbanan rakyat bodoh yang terus dibodohi oleh para pemimpin berbaju paderi dan kiai, yang memanfaatkan kultus individu dan keyakinan lugu mereka tentang kewalian dan adi kodrati, padahal sang pemimpin lebih dekat kepada ateisme daripada monoteisme, bahkan daripada politeisme sekalipun. Pengurbanan menjadi shalih bila dapat menghantarkan atau mempersembahkan supermasi tertinggi ditangan Allah dan termuliakannya  darah dan nyawa, kehidupan dan kematian hamba, karena tertutup sudah semua jalan bagi berjayanya para penipu, pemeras dan kalangan memperdayakan mayoritas mengambang.
Sesungguhnya pada generasi sebelum kamu, ada yang disisir dengan sisir besi yang menancap kebawah tulang, daging atau sarafnya. Semua itu tak mengalihkan mereka dari agama. Sungguh Allah akan sempurnakan urusan ini, sampai seseorang dapat pergi sendirian dari Shan’a ke Hadharamaut tanpa takut kepada siapapun kecuali Allah” (Al Buthy, Fiqh Sirah 106)
Hanya Untuk-Nya
Dalil yang paling terang bahwa misi tak membuka peluang bagi pengurbanan individu untuk kepentingan figur, adalah melimpahkannya teks-teks larangan kultus, sampai celaan yang sangat bagi seseorang yang senang orang lain berdiri menyambut kedatangnnya. Ketika Imam Ali bin Abi Thalib berkunjung ke suatu tempat, rakyat datang dengan sikap merunduk-runduk.”Alangkah ruginya kelelahan yang berunjung siksaan dan alangkah keberuntungan sikap ringan yang berbuah aman dari neraka” demikian nasihatnya.
Seseorang dapat menikmati kekaguman masyarakat terhadap kuantitas ibadah ritualnya dan ia menikmati ketentraman beribadah sambil melupakan tugas jihad lisan mencegah kemunkaran di masyarakat , penaka burung unta yang merasa telah aman karena berhasil menyembunyikan kepalanya ke dalam gundukan pasir, namun ia tak pernah aman akan tuntutan Allah. Suatu hari Allah memerintahkan malaikat-Nya untuk menumpahkan adzab kepada penduduk suatu negeri. “ya Rabb, disana ada seorang shalih” lapor malaikat dan Allah sungguh telah tahu hal itu. “Justru mulailah dari dia, karena tak pernah wajahnya memerah karena-Ku (ketersinggungan karena kehormatan Allah dihinakan)” (HR Ahmad)
Mahar perjuangan yang mahal, tidak hanya menjadi tiket menuju kemenangan generasi ta’sis (perintis), tetapi juga bagi generasi sesudahnya. Dan mereka harus membayar dengan pengurbanan yang sama bentuk, format dan gaya yang berbeda. Bagi generasi yang tak terdesak oleh jihad qital (tempur) selalu terbuka pengurbanan  dengan berbagai jalan: pengurbanan waktu, perasaan, harta, kesenangan diri, dan lain sebagainya.
Mukmin sejati takkan bergembira karena tertinggal dari kesertaan berkurban, betapapun udzur memberi mereka rukhshah (keringanan), namun “Mereka berpaling dengan mata yang basah menangis, karena mereka tak menemukan biaya (untuk biaya anggkutan perang).” (QS At Taubah: 92).

 
Untukmu Kader Dakwah


Penerbit
Pustaka Da'watuna
Pengarang
Rahmat Abdullah
 
Yang menjadi salah satu keunggulan dari karya ini, adalah kedalaman reflektifnya. Itu yang membedakannya dengan tulisan-tulisan karya orang lain seputar prinsip tersebut. Dan itulah kekuatannya. Dengan refleksi ini Anda aka diajak merenungkan 10 prinsip-prinsip dakwah itu dalam setting situasi, makna, dan fungsi yang luas. Dan itu pula yang menjadikan kumpulan tulisan ini, meski judulnya untuk kader dakwah tapi layak dibaca oleh siapa saja. Mungkin, sesekali memang terasa agak berat memahami beberapa penggal kalimat. Tetapi justru itu memberi penekanan makna sendiri pada saat Anda mencoba mencernanya kembali.
belum punya bukunya?, segera beli, mudah-mudahan masih ada stok, abis buku termasuk dah lama ^^
(and)
Share this article :
0 Comments
Tweets
Komentar

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 
Support : Copyright © 2011. DPC PKS BATANGHARI LAMPUNG TIMUR - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger