Al Ikhlas
Yang kami maksud dengan al ikhlas adalah:
Seluruh ucapan, perbuatan dan perjuangan seorang aktivis muslim selalu ditujukan dan dimaksudkan hanya kepada Allah Ta’ala saja, serta memohon ridha-Nya semata, juga kebaikan ganjaran-Nya. Tidak ingin mengharap imbalan apapun, baik berupa harta, tahta, martabat dan kedudukan, tanpa melihat maju mundurnya perkembangan dakwahnya.
Dengan demikian, ia telah menjadi seorang jundi (prajurit) baik secara intelektual maupun aqidah, bukan seorang jundi yang mencari imbalan dan manfaat, seperti yang difirmankan Allah SWT dalam Al –Qur’an :
“Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam” (QS. Al-An’am:162).
Dengan demikian, seorang aktivis muslim selalu memahami doktrin “Allah tujuan kami” dan “Allah Maha Besar dan bagi-Nya segala puja dan puji”.
(Hasan Al Banna)
“tak akan sampai kepada Allah daging dan darah qurban itu
akan tetapi yang akan sampai kepada-Nya ialah taqwa dari kamu” (QS. 22:37).
Banyak orang berharta
dengan banyak hutang. Banyaklagi orang miskin dengan banyak hutang. Ada orang
kaya amal dengan banyak tuntutan yang harus dilunasinya dihari pembalasan. Ada
orang yang sangat sederhana dalam beramal, dengan ketulusan tiada tara. Pujian
tak membuatnya bertambah gairah dan celaan tak menghambatnya dari meningkatkan
amal kebajikan. Ia ada ditengah keramaian dan jiwanya sendiri menghadap
Khaliqnya, tanpa berharap dan peduli terhadap penilaian manusia.
Tiga hal yang tak
patut hati mu’min kering. 1. Ikhlas beramal karena Allah. 2. Tulus terhadap
para pemimpin (dengan nasihat dan koreksi), 3. Setia kepada jama’ah Muslimin,
karena do’a mereka meliput dari belakang mereka(HR. Ahmad, Ibnu Majah, Hakim,
Abu Daud & Tirmidzi)
Banyak hal yang
Nampak sederhana, tetapi terabaikan, sementara obsesi sering menjadi symbol
kebersamaan yang tak pernah terwujud atau takkan pernah berwujud, karena para
pendukungnya tak pernah memperjuangkannya dengan sungguh-sungguh, kecuali
sebagai status.
Hasan Al Bashri
mencurahkan kebeningan hatinya dizaman yang rasanya begitu perlu penjernihan:
“Tak ada lagi yang tersisa dari kenikmatan hidup, kecuali tiga hal: 1 Saudara
yang kau selalu dapatkan kebaikannya; bila engkau menyimpang ia akan
meluruskanmu. 2. Shalat dalam keterhimpunan (Jasad, hati dan fikiran), kau
terlindungi dari melupakannya dank au penuh meliput ganjarannya, 3. Cukuplah
kebahagiaan hidup dicapai, bila kelak ia tak seorangpun punya celah menuntutmu
dihari kiamat.”
Ketika seseorang
berusaha keras untuk beramal, tanpa berfikir, apa keuntungan yang bakal didapatnya,
ia disebut mukhlis, artinya orang yang menyerahkan amalnya kepada Allah dengan
sepenuh hati tanpa pamrih duniawai. Pada saat ia mendapatkan dorongan beramal
tanpa ingat apapun kecuali ridha Allah, ia menjadi mukhlas, artinya orang yang
dijadikan mukhlis. Ada orang yang hanya dengan melihatnya, itu cukup membuatmu
ingat kepada Allah, bicaranya cukup menambah amalmu dan amalnya cukup membuatmu
rindu akherat.
Hati Tanpa Jelaga
Hati bening seorang
alim penaka gelas Kristal yang bening dan bersih, akan memancarkan cahaya
ilmunya. Sementara ada orang yang detik
demi detik tutur kata, karya dan kehadirannya menjerumuskan ke jurang sengsara
Sulit untuk
mendapatkan hati yang bening dan amal yang ikhlas tanpa kejujuran. Kejujuran
yang sering diartikan dengan sekedar bicara benar, ternyata lebih dari itu. Ia
adalah kejujuran terhadap Al Khaliq. Ia adalah kejujuran terhadap bisikan hati
nurani. Pada akhirnya bukti kebenaran itu akan Nampak dalam sikap kejujuran
mereka kepada Allah atas semua janji yang mereka buat. “sedikitpun tidak mengubah pendirian mereka, apakah mereka itu gugur
terlebih dahulu atau menunggu” (QS 33:23)
Hakekat Shidq bahwa engkau tetap jujur dalam
berbagai kondisi (sulit dan bahaya), padahal engkau hanya dapat selamat dari
hal tersebut hanya dengan berdusta, demikian prinsip Junaid Al Baghdadi. Tentu
saja tidak boleh bertentangan dengan penghapusan hukuman dusta dalam kondisi
penyelamatan saudar beriman dari kezhaliman orang lain, mendamaikan dua saudara
yang berseteru dan dusta dalam taktik bertempur”.
Apa yang membuat
orang sekaliber Bal’am bisa kehilangan integritas diri, hanyut dalan pusaran
lumpur dunia? Ada konflik yang tak disadarinya; melawan kehendak Allah yang
sangat berkuasa untuk mengangkatnya setinggi-tinggi, tetapi ia sendiri yang
mengikuti grativikasi dunia dan hawa nafsu yang menahan laju jelajahnya kea lam
tinggi (akhlada ilal ardl wat taba’a
hawah) (QS: 7:176). Betapa mengerikan kemiskinan hati bia melanda kaum
berilmu. Mereka merasa rendah diri karena dunia yang tak berpihak,
berseberangan dengan posisi tinggi dan jauh dari kedudukan basah. Mungkin ia
lupa, kemiskinan itu bukanlah dosa, walau tidak menyenangkan. Mungkin karena
pentingnya mengenal profil biang kerok ini. Sampai-sampai Al Qur’an membuka
kisahnya dengan “Bacakan kepada mereka”
dan menutupnya dengan “maka ceritakan
kisah-kisah ini, semoga mereka berfikir” (QS 7:175-176)
Orang-orang yang Ringkih Jiwa
Bal’am bin Baura,
Walid bin Mughirah, dan Abdullah bin Ubay adalah profil kaum berilmu yang tak
berfaham. Yang pertama, jelas-jelas berseberangan dengan Nabi Musa as dan
perjuangannya, lalu bermanis-manis dengan kubangan dunia, Fir’aun. Adakah
perbedaan yang cukup gelap antara fir’aunisme kemarin dan Fir’aunisme hari ini,
yang membuat Bal’am-bal’am kontemporer membelanya mati-matian?
Adakah kedunguan yang
melebihi kedunguan Walid yang diawal-awal laporan ilmiahnya tentang Al-Qur’an terang-terang
menutup semua jalan bagi penolakan Al-Qur’an sebagai Kalam Allah? Kalau matera kita sudah tahu, kalau ucapan
manusia kita sudah tidak asing, kalau puisi akulah pakarnya. Gemeretak gigi
orang awam di Darun Nadwah rupanya lebih mengerikan baginya, sehingga di akhir
presentasinya ia mengeluarkan konsklusi yang bertentangan dengan muqaddimah, “Al Qur’am adalah sihir, lihatlah ia sudah
memisahkan anak dari orang tuanya dan budak dari tuanyya” sergahnya
Abdullah bin Ubay si
batang balok yang tersandar (QS 63:4), menarik penampilannya dan manis
mempesona tutur katanya. Kandidat pemimpin tertinggi Madinah pra hijrah ini
yang telah berbunga-bunga hatinya melihat peluang besar menjadi lupa akan
prinsip Al Fadlu liman shadaq
(kemulian untuk yang jujur) dan terobsesi berat oleh pameo Al Fadlu liman sabaq (kemulian bagi yang lebih dahulu) berdasarkan
makna senioritas, bukan kapasitas. Ia lupa bahwa sabaqiyah (senioritas) itu menjadi bermakna dengan shidiqiyah (ketulusan dan kejujuran).
Tetapi penyakit nifaq merasukinya dan
loyalitas tak dimilikinya. Yang ada hanya kepentingan dan kedengkian. Jadilah
ia orang yang manis dimuka dan mengutuk dibelakang, beriman di mulut dan kafir
dalam hati.
Pada ketiga tokoh ini
sangat menonjol ambisi kekayaan, jabatan dan syuhrah (popularitas), tersurat ataupun tersirat. Dalam kamus
mereka kehormatan tal lagi punya tempat dan kejujuran hanya impian orang-orang
pander. Namun madzhab langka ini menjadi trend
Ikhlas dan Shidq
Mengagumkan bila
dicermati hubungan ikhlas dan shidq. Ikhlasnya artinya menjaga diri
dari perhatian makhluq dan shidq artinya menjaga dari perhatian nafsu. Seorang
mukhlis tak puinya riya’ (pamer
diri), demikian Abu Ali Ad Daqqaq mengurai.
Ka’ab bin Malik
pantas mendapatkan bintang Shidq. Hukuman berat diterimanya dengan ikhlas. Ia
sadar sedang berurusan dengan Allah, bukan dengan masyarakat yang sebenarnya
sangat menghormatinya. Ia yakin Rasulullah Saw pasti akan percaya bila ia
membuat-buat alas an absennya dari perang Tabuk. Tak kurang 50 hari berlalu
dalam keterasingan yang berat. Kemana ia pergi tak seorangpun menyapa atau
menjawab sapaannya. Raja Ghassan menawarkan suaka politik dan posisi
dikerajaanya. Bagi Ka’ab, ini juga bala. Maka ia buktikan loyalitasnya dengan
kejujuran yang mengagumkan (QS. 9.118)
Banyak ulama yang tak
henti-hentinya mengkritik dan meluruskan pemerintah sementara sang amir tak
pernah jemu memenjarakannya. Namun saat sang amir menggaungkan perintah jihad,
mereka tampil didepan tanpa dendam pribadi. Jihad adalah ibadahku kepada Allah
dan maksiat amir itu urusan amir dengan tuhannya. Kritik sudah kulancarkan.
Demikian paradiqma para mukhlisin. Khalid bin Walid tegas menjawab pertanyaan
heran, mengapa mau-maunya ia bertempur dibawah komando orang lain semetara ia
dimakzulkan dari posisi panglima? Ia berjihad karena Allah, bukan karena Umar.
Betapa mengerikan
keterasingan pengamal yang selalu saja dihantui apa kata orang. Sunyi terdampar
digurun riya’, tersungkur dijurang ujub, segala ketakutan ada disana, kecuali
takut kepada Allah.
__________________
Penerbit
Pustaka Da'watuna
Pengarang
Rahmat Abdullah
Yang menjadi salah satu keunggulan dari karya ini, adalah kedalaman reflektifnya. Itu yang membedakannya dengan tulisan-tulisan karya orang lain seputar prinsip tersebut. Dan itulah kekuatannya. Dengan refleksi ini Anda aka diajak merenungkan 10 prinsip-prinsip dakwah itu dalam setting situasi, makna, dan fungsi yang luas. Dan itu pula yang menjadikan kumpulan tulisan ini, meski judulnya untuk kader dakwah tapi layak dibaca oleh siapa saja. Mungkin, sesekali memang terasa agak berat memahami beberapa penggal kalimat. Tetapi justru itu memberi penekanan makna sendiri pada saat Anda mencoba mencernanya kembali.
Pustaka Da'watuna
Pengarang
Rahmat Abdullah
Yang menjadi salah satu keunggulan dari karya ini, adalah kedalaman reflektifnya. Itu yang membedakannya dengan tulisan-tulisan karya orang lain seputar prinsip tersebut. Dan itulah kekuatannya. Dengan refleksi ini Anda aka diajak merenungkan 10 prinsip-prinsip dakwah itu dalam setting situasi, makna, dan fungsi yang luas. Dan itu pula yang menjadikan kumpulan tulisan ini, meski judulnya untuk kader dakwah tapi layak dibaca oleh siapa saja. Mungkin, sesekali memang terasa agak berat memahami beberapa penggal kalimat. Tetapi justru itu memberi penekanan makna sendiri pada saat Anda mencoba mencernanya kembali.
belum punya bukunya?, segera beli, mudah-mudahan masih ada stok, abis buku termasuk dah lama ^^
(and)