Di tengah euphoria atas kehebatan KPK melucuti perempuan-perempuan di
sekitar Ahmad Fatonah, ada suara lain yang amat keras memperingatkan
KPK, menggema dari sudut tak terduga. Suara itu – suara kebenaran tak
terbantahkan - mau tak mau mesti dijadikan panutan. Boleh saja tindakan
KPK mendapat pujian dari masyarakat luas, bahkan didukung oleh seluruh
dunia, tetapi semua itu tidak berarti jika suara yang satu ini berkata:
Tidak!
Suara itu adalah milik Prof. DR. Romli Atmasasmita, SH. LL.M.
Siapa Professor Doktor yang hebat ini?
Biasa disapa Prof. Romli, beliau lahir di Cianjur, Jawa Barat, 1944.
Menyelesaikan pendidikan S-1 Hukum pada Fak. Hukum Unpad, 1969. Kemudian
menyandang gelar Master Hukum dari University of California, Berkeley,
1981. Lalu menyandang gelar Doktor Cum Laude dalam Ilmu Hukum dari UGM,
1996. Saat ini beliau aktif sebagai Maha Guru Hukum Pidana
Internasional, pada Program Doktor Fakultas Hukum Universitas
Padjajaran, Bandung. Selain aktif di dunia akademis, beliau juga adalah
Koordinator Forum Pemantau Pemberantasan Korupsi (Forum 2004), dan tim
ahli United Nations Convention Against Corruption (Konvensi PBB Melawan
Korupsi).
Itulah sekilas reputasinya.
Tetapi itu belum cukup. Pada masa persiapan pembentukan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), Prof. Romli adalah Ketua Tim Seleksi
Komisioner KPK, yang kemudian memilih Taufiequrrachman Ruki. Di era
pemerintahan Presiden Megawati, Prof. Romli ditunjuk sebagai Anggota Tim
Perumus UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Korupsi yang berlaku
sampai sekarang. Dari kapasitas inilah Prof. Romli mesti didengarkan.
Dalam video 14 menit ini, Prof Romli berbicara mengenai Tugas KPK dan
latar belakang dibentuknya KPK. Bahwa sasaran UU Tipikor itu adalah
penyelenggara negara, tak dapat digunakan untuk menjerat kalangan
swasta, kecuali dengan alasan khusus. Tuduhan suap-menyuap itu pun harus
jelas buktinya, terkait dengan tugas dan kewenangannya. Soal TPPU,
hanya ada 26 pasal TPPU dan tak ada soal pasal produk pertanian.
Ketika pewawancara menunjukkan pasal TPPU yang dituduhkan kepada Akhmad
Fatonah, Prof. Romli berkata: “Itu pasal apa? Dari mana? Tak ada pasal
seperti itu dalam TPPU!”
Beliau juga secara khusus menyoroti Bambang Widjoyanto, yang didengarnya
pernah bicara tentang ‘menggunakan wewenang untuk mempengaruhi’. Bahwa
pasal itu tidak ada dalam UU Tipikor. Soal masih dalam perencanaan atau
direncanakan untuk diundangkan, itu tak ada urusannya. Bicara hukum
adalah bicara hukum: “Pasal itu tidak ada dalam UU Tipikor!”
Dengan suara dan mimik yang sedikit kecewa, Professor Romli berkata :
“Terus terang saya meragukan cara kerja KPK seperti ini!” Ucapan itu
barangkali tak punya makna apa-apa di kalangan awam, tetapi dapat
dimaknai sebagai sambaran petir di kalangan ilmuwan. Tetapi ucapannya
berikutnya pasti dapat dimengerti sebagai kemarahan oleh siapa pun juga:
“Komisioner KPK dapat dipenjara maksimal 4 tahun karena membocorkan
nama-nama orang yang menerima aliran dana dari Akhmad Fatonah!”
Wawancara itu ada dalam video berikut ini: http://www.youtube.com/watch?v=cikxLwLvgBw
Kesimpulannya adalah, UU Tipikor yang dijalankan oleh KPK itu bertujuan
untuk memberantas korupsi demi keselamatan bangsa ini, bukan untuk
tujuan selain itu. Sasaran cakupannya adalah penyelenggara negara mulai
dari Presiden sampai ke bawahnya.
Selebihnya, mari kita interpretasikan sendiri-sendiri.
Selamat ber-Malam Minggu!
Tengku Bintang
http://www.kompasiana.com/tengkubintangyahoocom