Jalu Priambodo
www.kompasiana.com/jpriambodo
Belakangan ini petinggi PKS sering mengeluhkan adanya
perlakuan tidak adil terhadap petinggi partainya dibandingkan dengan
partainya Pak Presiden SBY. Saya bingung ini ngapain partai koq komplain
terus. Bak gayung bersambut, keluhan tersebut diteruskan melalui kader
mereka di media sosial. Katanya, tidak ada media konvensional yang
mendukung mereka. Para penggiat anti korupsi kemudian mengatakan kalau
mereka asbun. Katanya, M Nazaruddin sudah koq dikenakan Tindak Pidana
Pencucian Uang sebagaimana LHI.
Untuk membuktikan siapa yang diperlakukan tidak adil dan siapa yang
asbun, saya coba membuat rekonstruksi sederhana terhadap kedua kasus
tersebut. Berhubung gelar yang saya miliki ST, sama seperti Johan Budi,
saya ga bisa ngomong panjang lebar tentang hukum. Solusinya saya coba
membuat bagan terhadap kedua kasus tersebut.
Sebelum masuk ke kasus, terlebih dahulu kita perlu memahami apa itu
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan apa hubungannya dengan Tindak
Pidana Korupsi. TPPU diatur dalam UU No 8 Tahun 2010. TPPU mengatur
hukuman bagi orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan,
membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar
negeri, mengubah bentuk, menukar dengan mata uang atau surat berharga,
atau kegiatan lain harta kekayaan yang DIKETAHUI atau DIDUGA hasil
tindak pidana. Nah tindak pidana di sini macem-macem, ada korupsi,
narkoba, perdagangan orang, suap, terorisme, dsb. Intinya, TPPU akan
menghukum siapapun yang mengalirkan duit hasil kejahatan. Nah, korupsi
termasuk tindak pidana dan harta korupsi jika dialirkan masuk TPPU ini.
Untuk lebih jelasnya liat bagan :
Bagaimana kisah Nazar. Nah, seperti kita ketahui bersama, Nazaruddin
terbukti di pengadilan melakukan korupsi Hambalang yang merugikan negara
sebesar 2,5 Triliun. Nazar melakukan aksinya melalui PT DGI. Dari duit
hasil korupsi tersebut, Nazar mengalihkannya menjadi saham Garuda
sebesar Rp 300 Miliar. Karena aksinya tersebut, Nazar juga dikenai TPPU
dan aset tersebut disita. Coba simak bagan berikut :
Lalu bagaimana dengan LHI. Cerita awalnya berasal dari keinginan PT
Indoguna menambah kuota impor daging sapi. PT Indoguna menggunakan jasa
makelar bernama Ahmad Fathanah untuk melobi Menteri Pertanian. Ahmad
Fathanah diyakini mampu mempengaruhi Menteri melalui LHI, teman satu
almamater dan juga ketua partainya menteri pertanian. Atas jasa AF, PT
Indoguna memberi ganjaran sebesar Rp 1 Miliar. Kata AF duit itu untuk
LHI. Akan tetapi, pada kenyataannya LHI belum sempat menerima uang
tersebut. Baik LHI maupun AF kemudian ditangkap dan dinyatakan sebagai
tersangka. Lebih dari itu mereka berdua dikenakan tuduhan TPPU. Beberapa
mobil LHI yang diduga nilai totalnya lebih dari 1 M sudah disita.
Sekarang coba perhatikan bagan Nazar dan bagan LHI. Perhatikan bagaimana
hubungan antara tuduhan Tipikor dan TPPU pada kedua kasus tersebut. Ada
bedanya? Dalam Nazar kita bisa mencerna dengan jelas aliran uangnya,
sehingga tuduhan TPPU masuk akal. Dari korupsi 2,5 T Nazar kemudian
dikenakan TPPU 300 M. Lalu, coba perhatikan bagan aliran dana dalam
kasus LHI. LHI sudah dapet dana belum? Lalu kenapa bisa kena TPPU? Coba
dihitung anak-anak, 1 M - 1 M berapa? Terus kalau dikurangi lagi jadi
berapa? Minus bu Guru ga ada sisanya. Nah disinilah bedanya.
Nazar jelas sudah dikenakan TPPU tapi apakah kasusnya sudah selesai?
Ingat, Nazar korupsi 2,5 T lalu dananya dialihkan ke saham Garuda 300 M.
2,5 T - 300 M sisanya berapa anak-anak? Anak SD juga tau masih ada sisa
dana yang belum ketahuan. Dan kita juga tau bahwa Nazar sempat
bagi-bagi uang ke koleganya. Angie memperoleh 12 M, Anas dapat Harier
(meski dikembalikan lagi) dan sumbangan untuk pemenangan sebagai Ketua
Demokrat, belum lagi Andi. Kita tidak tau ada siapa lagi yang dialiri
oleh Nazar. Dan karena ini semua harta korupsi, seharusnya semua aliran
dana ditelusuri sampai ujung. Artinya 12 M yang didapat Angie harus
ditelusuri diberikan ke siapa saja, begitu pun juga dengan mereka yang
dapat aliran dana. Termasuk jika Ibas terima meski sepeser dari Nazar.
Ingat juga bahwa Nazar adalah bendahara Partai yang aliran dananya bisa
kemana-mana. Nah, sampai mana kasus ini nampaknya masih belum jelas.
Dengan melihat bagan apakah sudah jelas. Siapa yang asbun dan siapa yang
diperlakukan tidak adil. Kalau belum jelas juga kita ambil hikmahnya
saja: Jangan andalkan anak bergelar ST dalam lembaga penegakan hukum :)
http://hukum.kompasiana.com