Hidayat Muhammad
2013 ini diklaim sebagai tahun politik. Benar saja, suhu politik di
negeri ini benar-benar terasa semakin panas saja. Ya, karena tahun ini
adalah tahun politik menjelang Pemilu 2014. Maka pada episode kali ini
partai-partai politik akan saling bermanuver.
Saatnya melakukan konsolidasi internal untuk menghadapi Pemilu 2014.
Politisi di berbagai tingkatan, akan melancarkan manuver untuk
menghadapi konsolidasi ini.
Sayangnya tidak hanya manuver-manuver untuk meningkatkan elektabilitas
partai sendiri, tetapi kesempatan ini juga digunakan untuk melancarkan
serangan ke partai-partai lain agar elektabilitasnya dimata vouters
jatuh bahkan kalau bisa sampai tertimpa tangga, sehingga bisa di
harapkan partai-partai tersebut tidak akan lolos elektrolar treshold.
Sudah kita saksikan bersama berbagai partai telah mendapatkan
serangan-serangan. Tentunya yang sudah kita fahami sendiri adalah partai
yang memiliki media, karena sedikit saja isu jelek yang mengatasnamakan
aknum partai tertentu, pasti akan menjadi bulan-bulanan media, terlepas
dari isu alami atau konspirasi.
Ada hal yang menarik pada episode kali ini. Banyak lembaga-lembaga
surver meliris surveynya bahwa Partai Islam (memakai simbol Islam secara
formal atau hanya memiliki basis konstituen kaum muslimin) akan keok
atau sama sekali tidak menjadi pilihan bagi masyarakat. Padahal dilihat
dari perkembangan isu yang ada diarahkan ke Partai Islam, ternyata masih
terlalu kecil, sehingga dianggap masih cukup kuat dan memiliki nilai
jual untuk pemilu tahun depan. Apa lagi rekor bersih dari korupsi masih
dipegang oleh salah satu Partai Islam. Tentunya ini menjadi perhatian
bagi kompetitor lain untuk dapat menyikapi itu, minimal mengimbanginya
jangan sampai melompat terlalu jauh.
Nah, akhirnya Partai Islam tersebut juga menjadi perhatian kembali
karena isu besar yang menimpanya. Itulah badai yang menghampiri Partai
Keadilan Sejahtera (PKS). Tidak tanggung-tanggung, jargon-jargon anti
korupsi (harta), anti penyimpangan amanah jabatan (tahta), anti amoral
(wanita) telah terhempas dari citra PKS sejak kemunculannya. Itulah
gambaran yang dapat diterjemahkan oleh kalangan masyarakat dengan kasus
badai yang menerjang PKS dengan prahara yang menimpa pemimpinnya Luthfi
Hasan Ishaq. Walaupun saya menilai sendiri juga terlalu vulgar
kejanggalan kasus tersebut. Tetapi sudah cukup menjadi bahan pembicaran
masyarakat diberbagai dunia (dunia nyata dan dunia maya).
Sayangnya badai tersebut ternyata dapat disikapi dengan cukup baik oleh
internal PKS, dengan menunjuk pimpinan baru dengan sekejap yaitu Anis
Matta, dan bisa dikatakan berhasil mempertahankan diri dari badai
tersebut. Bahkan porak-poranda akibat terpaan badai dengan sangat cepat
dapat ditanggulangi dan menjadikan momentum untuk bangkit dan berjaya.
Ya, PKS berhasil memanajemen konflik dengan amat baik dan menjadikannya
sebagai sarana untuk lebih maju lagi. Jika dilihat dari perkembangan
citra PKS yang belakangan berhasil memenangkan 2 (dua) pemilukada besar
dengan raihan kedua-duanya hanya dalam 1 (satu) kali putaran, begitu
melecitkan citra PKS. Bahkan di dunia maya juga semakin laju dengan
situs-situs Jejaring Sosial yang selalu tidak henti-hentinya tertulis
kombinasi 3 (tiga) huruf ini (PKS). Bisa-bisa target menjadi partai yang
masuk dalam 3 (tiga) besar pemenang pemilu akan benar-benar tercapai,
yang akhirnya menggusur salah satu dari PD, PG, atau PDIP.
Lihat saja situs PKS Piyungan yang dikelola sebuah kecamatan di Bantul
Yogyakarta, bisa menjadi situs partai terlaris pengunjungnya, dan
menjadi semangat untuk situs-situs PKS daerah-daerah lain untuk
menggeliatkan syi’arnya.
“Aku pernah berkunjung ke situs piyungan, isinya ramai sekali, banyak tulisan-tulisan yang bisa membuat pembacanya terlena dan percaya dengan informasinya, memang PKS ini hebat begitu juga dengan situs onlinenya.“
“Tidak ada situs online yang aku lihat mampu menyaingi situs PKS Piyungan.”
Begitulah kutipan dari opini seseorang yang mengharapkan harus ada
PENYEIMBANG situs tersebut atau juga bisa jadi syi’ar-syi’ar PKS
dimanapun. Situs yang dijadikan para kader PKS untuk dapat meng-counter
diri dan tidak mengikuti arus isu media, ternyata juga menjadi sorotan.
Gerakan Penyeimbang ini menilai tidak ilmiyah atau apalah itu, yang
tidak dapat diakui eabsahannya dengan berbagai alasan, terutama karena
hanya sebuah opini. Lain halnya dengan liris-liris media seperti Tempo,
yang dikenal sebagai media investigasi, walaupun sebenarnya juga dikenal
langganan digugat secara hukum.
Tetapi apalah itu, masyarakat sudah memahami jalan rekonstruksi sebuah
pemberitaan media. Kita tidak dapat meyakini secara total dan pasti
setiap pemberitaan media, karena sudah terlalu banyak protes-protes yang
dilayangkan masyarakat atas berbagai media, baik televisi, radio,
cetak, atau online.
Media sebagai alat partai, media mencari sponsor, media melebih-lebihkan isu agar lebih menarik, sudah kita fahami bersama.
Perlunya kita menyikapi sebuah isu dengan lebih cerdas yang dapat
membuat kita lebih berfikir positif . Sehingga optimisme untuk
memperbaiki dan membangun bangsa lebih dinomor satukan. Tidak apatisme
terhadap sesuatu yang dianggap amat penting atau juga urgen. Perlunya
kita juga memberi perhatian apa-apa yang dikatakan oleh orang-orang yang
menurut kita dapat dipercaya, sehingga nilai kualitas keabsahannya juga
tidak kalah dengan klaim pembenaran mayoritas orang.
Akhirnya mau tidak mau, geliat arus syi’ar/ pencitraan PKS sudah semakin
mengkhawatirkan saja bagi mereka yang fobia atau terusik keberadaanya.
Siap berdemokrasi, maka harus siap juga dengan penerimaan segala
konsekwensinya. []